Sabtu, 18 Desember 2010

Apakah Kejujuran telah Berpihak Padaku? ( 2)

Selang beberapa saat, kulihat kembali sekelilingku. Mulai dari belakang sampai ke depan, tetap saja hanya wawan yang berbuat curang. “gimana sih kelompoknya?” tanyaku dalam hati. 15 menit lagi, waktu pengerjaan usai. Dan kulihat kembali, wawan tetap berbuat curang. Saat itu aku hanya tersenyum melihatnya sibuk dengan ketidak jujurannya.
Setelah itu aku kembali melihat sekelilingku, sampai mataku tertuju pada Bu Seli. Tak kusangka, Bu Seli yang duduk di meja guru depan kelas telah mengawasiku dengan tajamnya, Entahlah sejak kapan dia mengawasiku. Yang pasti, meskipun aku tak merasa bersalah, tatapan tajamnya membuatku sangat takut. Kupalingkan pandanganku darinya dan kualihkan pada lembar tugas yang Ia berikan.
“He Kamu Keluar!!” teriak perintah Bu Seli bernada marah. Mendengar perintah itu, semua mata dalam kelasku tertuju pada satu tujuan. Bu Seli. Namun mata tajam Bu Seli hanya tertuju padaku. Aku tahu maksud bu Seli memberikan perintah atau hukuman itu. Mungkin Ia mengira bahwa aku menyontek kepada Wawan yang duduknya tak jauh dari kelompok dan tempatku duduk.
“Wah gimana nih”, gumamku dalam hati. Aku bingung, disisi lain aku tenang karena ketidak curanganku, namun aku takut karena Bu Eli yang begitu keras.   Disisi lain lagi, aku harus jujur pada Bu Seli untuk diriku sendiri, namun akan tidak baik untuk kawanku Wawan yang saat itu kulihat ketidakjujurannya.
Aku yakin bahwa kejujuranku tak akan membuatku jatuh dalam dugaan itu. Seiring ku berfikir, “Metuo ae..!” perintahnya lagi dengan nada yang sama. Kata – kata pendeknya yang keluar membuatku takut. “Kamu yang keluar, atau saya yang keluar?!” tanyanya mengancam. Dari kata itu banyak teman yang melihat padaku dan nampaknya mereka berharap agar aku keluar kelas agar mereka dapat melanjutkan pelajaran. Aku mengerti, jika aku tak keluar, sama saja aku yang menghancurkan hak mereka. Sampai akhirnya aku berdiri dan keluar kelas. Entah mengapa tak satupun kata pembelaan dengan dasar kejujuran yang bisa keluar menahan dugaan itu. Semuanya telah terkubur bersama ketakutan dan jiwa persahabatan.
Saat ku diluar kelas, aku hanya duduk di tempat duduk kecil depan kelas. Dengan kekecewaan, aku merenung. Kufikirkan apa yang harus aku lakukan dan apa dampaknya nanti. Sampai akhirnya aku membuat keputusan., “Aku harus jujur tentang apa yang aku lihat, dari pada aku seperti ini” kataku dalam hati.
Akhirnya, jam pelajaran itu usai. Setelah memberi salam pada anak didiknya, Ia Keluar dengan gayanya yang seperti biasa. Keras dan tanpa senyuman. Saat Ia berjalan keluar kelas, aku berdiri dari tempatku duduk. Kusambut dia dengan keberanian, namun aku tetap gugup melihat keacuhannya padaku. “ Bu, maaf, tadi saya ndak nyontek bu”, awal pembelaanku padanya. Namun Ia tak melihatku yang berada disampingkirinya sama sekali. “Saya melihat Wawan ngerpek bu” Ucapku lagi. Dari kata itu, Bu Eli berhenti dan memberikan buku tugas yang sebelumnya aku kumpulkan. Buku itu aku terima dengan anggapan yang cukup baik. Namun Bu Eli tak mengeluarkan sepatah katapun dan melanjutkan langkah kakinya. Dan aku hanya terdiam melihatnya pergi.
Hingga kini, aku berfikir. Apa yang sebetulnya Ia pikirkan? Apa Ia mengerti benar apa yang aku lakukan? Apakah dalam peristiwa itu kejururan telah berpihak padaku?. Aku hanya bisa befikir, karena tak banyak yang bisa kutanyakan padanya, dan tak banyak kata yang Ia ucapkan padaku. Namun tindakannya yang terakhir telah membuatku sedikit tenang.
 By: Yogadc
Udah Dapet Informasi? Luangkan sedikit waktu anda untuk melakukan hal yang bermanfaat,,. Masuk HomePage Atau Langsung Klik Disini. Terima Kasih.


Comments :

0 komentar to “Apakah Kejujuran telah Berpihak Padaku? ( 2)”


Posting Komentar